Rabu, 19 Januari 2011

Istiqomah, itulah kuncinya!

Habib Abdulkadir bin Ahmad Assegaf, cucu dan kholifah Umar bin SegafPencetak para quthb. Barangkali demikianlah gelar yang pantas disematkan kepada Al-Habib Umar bin Segaf Assegaf. Bayangkan saja, dengan tangan dinginnya Al-Habib Umar bin Segaf berhasil mendidik dan mencetak ulama-ulama besar dan bahkan para wali quthb. Diantaranya adalah Al-Habib Hasan bin Sholeh Albahr, Al-Habib Ahmad bin Umar bin Sumaith dan Al-Habib Mumammad bin Abdullah bin Qithban.

Berikut adalah wasiat yang ia tulis untuk kedua muridnya yang notabene masih kakak beradik yang pernah “mondok” kepadanya, yaitu Al-Habib Thahir dan Al-Habib Abdullah bin Husein bin Thahir.

Sesungguhnya seseorang akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar di dunia dan akhirat apabila ia melakukan tiga hal. Pertama, menghindari pergaulan dengan orang-orang yang tidak berilmu. Kedua, meninggalkan majelis-majelis yang tidak bermanfaat dan cenderung membuang waktu dengan percuma. Ketiga, tidak terpengaruh dan terbawa dengan gaya hidup orang-orang zaman sekarang yang telah meninggalkan Al-Qur’an.

Maka, mengasingkan diri (uzlah) dari pergaulan awam adalah solusi yang paling tepat bagi siapa saja yang ingin selamat dari kerusakan zaman, disertai dengan niat yang baik dan ikhlas.

Sesungguhnya membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan khusuk dan tadabbur (menghayati maknanya) sambil menggali rahasia-rahasianya yang penuh dengan cahaya ilmu pengetahuan adalah hiburan yang hakiki disamping sebagai simpanan pahala yang melimpah tentunya. Demikian juga dengan mempelajari hadits-hadits Nabi SAW serta kalam-kalam para ulama salaf yang telah sampai pada maqam “yaqin”. Semua itu akan mempertebal iman kita dan menghapus segala keraguan, prasangka-prasangka buruk dan kebimbangan kita akan kebenaran Allah, serta akan mengantarkan kita untuk lebih dekat kepada Allah SWT.

Setiap umat Islam diwajibkan menuntut ilmu dalam situasi dan kondisi apapun. Adapun mengajarkan ilmu dan berdakwah, itu hanya diwajibkan kepada orang-orang yang telah berkompeten segi keilmuannya dan sesuai kapasitasnya masing-masing. Dan mereka akan mendapatkan keutamaan dan pahala yang besar dengan syarat mereka harus melakukan empat hal. Pertama, selalu berusaha untuk ikhlas demi Allah. Kedua, menghormati orang yang belajar kepadanya dan beranggapan bahwa ia merupakan karunia dan amanat dari Allah SWT. Ketiga, senantiasa mensyukuri ilmunya sebagai nikmat istimewa yang dikaruniakan kepadanya. Keempat, selalu berharap kepada Allah agar “profesi”-nya sebagai pengajar kelak menjadi bukti kebaikannya dan menyebabkan ia mendapatkan ridho-Nya.

Sesungguhnya seseorang yang menghiasi lahiriyahnya dengan taqwa dan meneguhkan hatinya dengan sidq (iman yang kokoh) kepada Allah, kemudian ia selamat dari sikap ujub (bangga diri atas semua amalnya) dan membersihkan dirinya dari kotoran-kotoran nafsu, maka niscaya ia akan berhasil sampai ke tujuan, yakni memperoleh segala kemurahan Allah. Dan ketahuilah, tingkatan tersebut pada hakekatnya takkan mampu diraih seorang pun kecuali dengan kemurahan dan taufik Allah SWT. Adapun manusia harus berdoa dan berusaha dengan memperbanyak sholat, bacaan Al-Qur’an, istighfar serta dzikir-dzikir yang lain disertai rasa takut (khosyah) dan pengagungan (ta’dhim).

Maka bertaqwalah kepada Allah baik dikala kamu sendirian maupun diantara khalayak ramai. Amalkanlah semua ajaran yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an, hadits-hadits nabi SAW serta kitab-kitab para salaf soleh. Dan beristiqomahlah di dalam berusaha mendapatkan ridho Allah. Ambil dan kerjakanlah amalan-amalan kesunnahan nabi yang sekiranya nantinya kamu mampu untuk beristiqomah mengerjakannya, disertai dengan niat ikhlas, kehadiran hati dan prasangka baik.

Sesungguhnya Nur Ilahi akan kita dapatkan apabila kita beristiqomah membaca Al-Qur’an disertai sikap hormat dan adab yang baik, menghayati makna-maknanya, dan merasakan kehadiran Allah di hadapan kita. Bacalah wirid-wirid yang sekiranya kamu mampu beristiqomah membacanya. Seperti hizb Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad, hizb imam Nawawi,  dan hizb Albahr. Perbanyaklah melantunkan shalawat kepada nabi besar SAW serta mengucapkan istighfar.

Sesungguhnya sumber dari segala kebaikan adalah prasangka baik kepada Allah SWT dan makhluk-Nya. Maka berinteraksilah dengan makhluk Allah dengan akhlak yang baik. Berikan semua hak-hak mereka tanpa ada perasaan terpaksa. Sesungguhnya masing-masing dari mereka telah mendapatkan keistimewaan dari Allah SWT. Dan sumber dari segala kesialan adalah kebodohan. Maka bersyukurlah kepada Allah apabila kita dikeluarkan dari jurang kebodohan. namun janganlah menganggap diri kita lebih pintar dari siapa saja. Karena sesungguhnya Allah akan merahmati hamba-hamba-Nya yang taat dengan rahmat-Nya

Sesungguhnya urusan dunia dan akhiratmu tergantung baik tidaknya agamamu. Maka ambillah sedikit saja dari dunia dengan niat yang baik, niscaya itu akan membantumu untuk sampai kepada Allah. Berdakwahlah dan ajaklah manusia menuju jalan Allah dengan sikap bijak dan ucapan-ucapan yang bagus ( kalimat ini adalah izin dan perintah dari Al-Habib Umar kepada Al-Habib Thahir dan Al-Habib Abdullah untuk menyebarkan ilmu dan berdakwah). Mintalah kepada Allah agar selalu mendapatkan hidayah. Sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang ia kehendaki.

Sumber : www.forsansalaf.com

Rambu-rambu Bermasyarakat

Kalam Habib Hamid bin Umar al-Munfir

Dalam kehidupan bermasyarakat kita sering mengalami apa yang diibaratkan orang,“Bagai makan buah simalakama”. Tatkala terlalu membuka diri, kita bisa dianggap tidak etis, main selonong aja, kurang sopan dan lainnya. Namun tatkala kita menutup diri, kita bisa dianggap sombong, tidak butuh sama tetangga, eksklusif atau dicap egois. Bermasyarakat memang tidak mudah, butuh kesabaran dan ketabahan hati. Oleh karena itu Allah menyediakan pahala ekstra bagi siapa saja yang lulus menghadapi cobaan-cobaan dalam bermasyarakat.

Sakit hati bisa jadi merupakan menu keseharian sebagai konseksuensi hidup berkeluarga, bertetangga, bersahabat, dan bermasyarakat. Namun apalah arti sakit hati itu bila dibandingkan dengan surga yang serba nikmat bila kita mampu melewati.

Berikut adalah nasehat-nasehat Habib Hamid bin Umar Hamid mengenai sikap-sikap yang perlu diambil dalam kehidupan bersosial sehari-hari :

  • “Pandai-pandailah menempatkan diri dalam pergaulan sosial.


Jangan menutup diri, akan tetapi jangan pula banyak berinteraksi dengan sembarangan orang.

  • Hindarilah majelis-majelis yang kurang berarti, yang kosong dari pembicaraan tentang ilmu pengetahuan atau pembahasan kitab-kitab bermanfaat.


Tatkala kalian merasa harus menghadirinya, umpama untuk keperluan keluarga, hajatan tetangga, atau yang lainnya, maka hadirlah seperlunya, lalu jagalah diri kalian dari perbuatan yang melanggar norma-norma syari’ah di dalamnya.

  • Berprasangka baiklah kepada setiap orang yang berada di sekitar kalian, jangan melecehkan mereka, jangan pula membicarakan aib-aib mereka seusai berpisah dengan kalian.



  • Sering-seringlah Minta kepada Allah SWT agar senantiasa dikaruniai lingkungan pergaulan yang baik dan dipalingkan dari yang buruk.


Ada satu bacaan yang Insya Allah pahalanya bisa menjadi pelebur dosa-dosa yang terjadi dalam kumpulan-kumpulan yang tidak baik, dan bisa pula menuntun kalian berjalan menuju kumpulan yang baik. Bacaan itu adalah, ;

سُبْحَانَكَ الَّلهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ اَنْ لاَ ِالَهَ اِلاَّ أَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ اِلَيْكَ


“Maha suci Engkau ya Allah, dan dengan pujian-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain-Mu. Aku memohon ampun kepada-Mu serta bertobat kepada-Mu.”

Bacalah bacaan diatas seusai bubar dari suatu majelis atau perkumpulan!

ZIARAH DAN TAWASSUL Jangan pernah ada bosan-bosannya menziarahi orang-orang yang saleh. Sisihkan sebagian waktu luang kalian mengikuti acara-acara yang bernilai ibadah seperti majelis zikir, pengajian ilmu, tahlil atau pembacaan maulid Nabi SِِِAW.

Terutamanya, apabila pada acara itu turut hadir pula seorang ulama yang dikenal kesalehannya. Sebab ulama seperti inilah yang bisa menjadi wasilah makhluk untuk memperoleh rahmat dari Al-Khalik. Besaran rahmat diperoleh menurut kadar keyakinan orang yang mengharapkannya. Prasangka baik adalah gerbang Allah SWT yang terbuka lebar bagi siapa saja untuk masuk dan mendekatkan diri kepada-Nya. Segala kebaikan senantiasa diperoleh seseorang yang hatinya selalu berprasangka baik kepada siapa saja. Karakteristik khas orang yang beriman adalah suka menerima uzur orang lain, sedangkan orang munafik lebih cenderung suka mengorek-orek kesalahan orang lain.

Raihlah manfaat orang-orang yang dikenal kesalehan dan keistiqamaannya dan bertawasullah dengannya, bahkan dengan setiap orang muslim sambil berprasangka baik bahwa mereka semua adalah baik dan andai sekarang tidak baik barangkali kelak ia akan menjadi orang yang baik. “Barang siapa meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah, maka ia masuk surga. Sekalipun ia pernah berzina atau mencuri.” Jelas Nabi Saw. Beliau menuturkan demikian tiga kali sebagai isyarat bahwa prasangka baik haruslah lebih dikedepankan, dan perbuatan dosa besar bukanlah tolok ukur bahwa si pelaku akan berakhir tragis lalu masuk neraka.

Hadis yang menyebutkan bahwa Allah SWT memberikan dispensasi kepada bala tentara Badr hingga Ia memberikan jaminan dengan instruksi-Nya, “Perbuatlah semau kalian!” adalah isyarat akan agungnya nilai husnud dzan (pikiran positif) bahwa mereka semua sudah pasti syahid dan termasuk orang-orang istimewa di sisi-Nya. Dan tersirat pula makna raja’ (harapan besar) bahwa amalan-amalan baik bisa mengantarkan pelakunya memperoleh akhir yang manis.

Berlemah lembutlah kepada istrimu, anak-anakmu, kerabatmu dan semua orang yang ada disekitarmu. Jangan pernah menyebarkan aib mereka, yang rahasia maupun yang sudah diketahui secara umum, agar hatimu senantiasa terbebas dari prasangka. Manakala dirimu menyaksikan atau mendengar perilaku mereka yang kurang baik namun dalam batasan yang masih ditolerir syari’ah, baiknya abaikan saja dan lupakanlah semua itu. Bersikaplah seolah-olah dirimu tak pernah menyaksikan atau mendengarnya. Awas, jangan sekali-sekali berusaha mengorek edaran gosip atau kabar burung. Sebab gosip dan kabar-kabar yang tak bisa dipertanggung jawabkan adalah benih-benih fitnah.

Di masa sekarang ini, seorang mukmin baru bisa memperoleh kedamaian hidup dan keselamatan akidah apabila ia tak pernah ambil pusing dengan omongan-omongan dan tingkah pola orang-orang sekitarnya serta selalu tabah menerima gangguan mereka. Orang-orang baik, perbuatan-perbuatan baik dan ucapan-ucapan yang baik amatlah sulit dijumpai saat ini. Sedangkan perbuatan munkar telah mendapatkan momentumnya.

Rasulullah SAW pernah merumuskan bahwa keselamatan terdiri dari sepuluh bagian, sembilan bagiannya didapatkan dengan sikap membisu (diam tak banyak omong), dan satunya dengan menjauhi orang-orang. Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah SAW bersabda, “Sosok terbaik diantara kalian pada masa dua ratus tahun lagi adalah orang yang keadaanya tenang, tidak berharta dan tidak beranak.” Hadis tersebut adalah isyarat bahwa kebahagiaan hidup dan keselamatan agama akan lebih mudah didapat tatkala tak banyak beban tanggung jawab.

Sikap yang patut dipegang teguh oleh seseorang yang kesehariannya berkumpul bersama keluarga atau bermasyarakat adalah murah hati dan sabar dalam menahan sakit hati dan kegelisahan akibat ulah mereka. Berlemah lembutlah, Jangan pernah membalas perbuatan jahat mereka dengan kekerasan. Sebab sikap lemah lembut adalah baik dalam segala hal. Orang yang berlaku lemah lembut akan mendapatkan limpahan anugerah istimewa dari Allah SWT yang tak bisa didapatkan oleh orang yang berlaku kasar. Wallahul Musta’an ‘alal umuri kulliha.”

Sungguh menyejukkan nasehat-nasehat al-Imam Hamid bin Umar di atas. Tinggal bagaimana kita menerima dan menerapkannya.

RAMBU-RAMBU Ada sebuah rambu-rambu agar pergaulan menjadi indah yang dirumuskan oleh Imam al-Qusyairi. Dalam risalahnya beliau berkata ;

  • “Hubungan dengan Allah SWT harus didasari dengan adab yang baik, rasa takut serta kesadaran bahwa setiap saatnya berada di bawah pengawasan-Nya.



  • Hubungan dengan Rasulullah SAW harus didasari dengan keikhlasan untuk patuh kepada ajaran-ajarannya dan berusaha melestarikan ilmu-ilmunya.



  • Hubungan dengan wali Allah harus didasari dengan kesediaan untuk hormat dan berkhidmat kepadanya.



  • Hubungan dengan sesama muslim harus didasari dengan niat dan usaha untuk selalu membahagiakannya dengan cara yang sesuai rel syari’ah.



  • Hubungan dengan orang-orang awam yang minus ilmu pengetahuan harus didasari dengan ketulusan untuk senantiasa mendoakan dan mengasihi mereka.”


Sumber : forsansalaf